Salah satu masalah krusial dalam pernikahan adalah harta. Kekurangan atau kelebihan harta, keduanya sama- sama memiliki potensi masalah yang sama. Jangan dikira setelah harta berlimpah, pasangan suami istri sama sekali tak memiliki masalah karena pada kenyataannya justru banyak yang sebaliknya. Pun jangan dianggap pasangan suami istri yang hanya memiliki sedikit harta pasti hidupnya menderita karena banyak juga yang hidup bahagia apa adanya.
Suami dan istri adalah orang asing yang sebelumnya tidak saling kenal. Adalah wajar sebenarnya bila salah satu di antara mereka menaruh curiga, entah seberapa persen besarnya, akan calon pasangan hidupnya, terlebih bila mereka memiliki latar belakang yang berbeda. Pengalaman masa lalu, dari orang tua misalnya, juga turut menyumbang kecurigaan salah satu pasangan terhadap pasangan lainnya. “Jangan- jangan hartaku akan diambil. Jangan-jangan kalau aku nggak kerja suamiku akan meremehkan aku. Jangan-jangan suamiku menyuruh aku tetap kerja setelah menikah karena dia tak mau sengsara sendirian. Jangan-jangan setelah menikah aku tak boleh lagi membantu keluargaku.” Beberapa contoh tersebut merupakan pergulatan batin yang selama ini banyak dialami oleh pasangan suami istri. Percikan kecil bisa berubah menjadi ledakan besar bila tidak segera diatasi.
Lalu, perlukah perempuan mandiri?
Bila saya berpenghasilan nanti malah merasa menjadi istri paling menderita karena suami pelit.
Saya tidak perlu produktif karena sudah berada di comfort zone karena suami ibarat “toserba” yang selalu mengabulkan semua permintaan saya
Kalau saya tidak bekerja nanti merasa teraniaya karena sebagai istri kita tak memiliki kuasa apa- apa
Jangan ketakutan-ketakutan dan kegalauan seperti itu menghalangi keinginan Anda untuk menjadi perempuan mandiri.
Perempuan harus mandiri bukan karena alasan harta semata. Lebih jauh lagi mandiri itu bukan sekedar bisa berpenghasilan atau tidak. Perempuan mandiri adalah perempuan yang berdaya. Perempuan yang bisa membangun mindset positif dan mengenal diri sendiri, merumuskan impian-impiannya, mengaplikasikan manajemen waktu yang efektif, produktif dan bisa berkontribusi dalam banyak hal dengan segala potensi yang dimiliki.
Kedudukan harta “hanya” sebagai penghubung antara manusia dengan pencipta- Nya. Sehingga, keberadaannya tak serta merta dijadikan sebagai sandaran hidup dan alasan kita untuk memilih menjadi perempuan mandiri atau tidak.
Bila dengan adanya harta hubungan antara suami dan istri semakin harmonis, serta hubungan dengan Sang Pencipta semakin dekat, maka harta tersebut bermanfaat. Pun sebaliknya.
Jadi perlukah perempuan mandiri? HARUS!